Lalampan.
2023. Hari ini merupakan Sabtu Pahing (setelah Jum’at Legi kemarin). Dalam
beberapa hari terakhir, sejak diberitakannya bahwa para Kades (kepala desa) di
(hampir) seluruh Indonesia berdemo di depan gedung DPR RI, tujuan berdemonya
adalah meminta perpanjangan masa jabatan selama sembilan (9) tahun dan bisa
terpilih kembali pada priode berikutnya. Jika terpilih lagi, maka masa
jabatannya selama 18 tahun.
Selama
ini masa jabatan kepala selama enam tahun berdasarkan pada UU No … tahun 2004.
Menurut beberapa catatan bahwa masa jabatan kepala desa selalu mengalami
perubahan, ada yang dua tahun, empat tahun, enam tahun, delapan tahun, kemudian
enam tahun lagi, serta sekarang, seluruh Kades meminta agar masa jabatannya
diperpanjang menjadi sembilan tahun. Sejak dalam beberapa tahun terakhir, desa
telah mendapatkan suplai anggaran yang disebut Dana Desa, setiap desa
mendapatkan jatah dana yang berbeda-beda, ada yang mendapat uang sebesar satu
Milliar, ada yang kurang ada pula yang lebih.
Maos jugan
- PERSIP Palalangan Ora’na Eyabi’
- Puisi-Puisi Jufri Zaituna
- Narto Lebur ka Oreng Bine'
- samoga tabarengnga ban pangareppa
- carpan: Mekar
Sekarang
masing-masing desa mengeluarkan/memasang banner besar yang menerangkan tentang
kegiatan, pembangunan dan aktifitas yang menggunakan dana desa tersebut. Pada
saat ini pula desa wajib memiliki satu perusahaan yang disebut dengan Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes), yang mana sebelum-sebelumnya hanya ada Badan Usaha
Milik Daerah (Kabupaten/Provinsi) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Bentuk
BUMDes pun sangat beragam, namanya juga badan usaha bukan perusahaan dengan
sekala tertentu.
Harapan
dari adanya BUMDes adalah terciptanya lapangan kerja di pedesaan, sehingga
masyarakat (& Pemuda desa) tidak perlu merantau ke kota-kota besar,
melainkan tetap bekerja di desanya masing-masing. Sayangnya, pengelolaan BUMDes
masih sangat minim, dan tidak membawa dampak yang signifikan, terutama dalam
menyerap tenaga kerja di pedesaan.
Kabar
tak mengenakkan juga menyeruak tentang semakin banyaknya Kades yang terjerat
kasus korupsi (anda bisa membaca sendiri di berbagai media online), adanya dana
desa bukan mempercepat pembangunan di desa, justru semakin tidak kondusif, bahkan
masih lamban. Hadirnya dana desa tidak lain adalah untuk mempermudah balai desa
dalam mengelola, serta membangun desa agar segera mandiri, namun sayangnya
pemerintah desa justru kebingungan, bahkan meskipun ada pemdamping desa, juga
tidak memberikan efek yang cukup signifikan terhadap keberlangsungan
pembangunan desa. Kabar tentang banyaknya Kades yang terjerat korupsi
membuktikan bahwa kekuasaan itu candu serta melenakan. Ini hanya berkuasa
selama enam tahun sudah banyak yang terjerat pidana korupsi, lalu bagaimana
jika Sembilan tahun, kemungkinan besar, tingkat korupsinya akan semakin banyak.
Mestinya
yang berdemo itu rakyat yang difasilitasi oleh Kades, seperti lambannya
pembangunan masuk desa. Tak dapat membayangkan jika kades berkuasa selama Sembilan
tahun, dan di desa itu bersarang para komplotan maling, selama Sembilan tahun
maling berpesta pora menggasak kekayaan warga masyarakat, dan Kadesnya tidak
bisa mengamankan, tidak bisa menangkap maling, dan tidak tegas, alangkah
lelahnya menjadi warga desa itu. Apalagi sekarang pihak keamanan juga tidak
progresif dalam menangani tindakan kriminal di pedesaan. Jika viral baru mereka
turun tangan. Cukup ruwet memang!!!
Maos jugan
- Teks MC Bahasa Madura
- Nyapa Oreng Aroko'
- Santrena Aebuwan
- Konye’ Gunong Monggu Kerrong ka Omba’
- Bilis-Bilis Ngangko’ Kakanan
Siapa
yang tidak mengharapkan desa maju, makmur sentosa, aman & sejahtera, semua
masyarakat juga mengharapkan begitu, meskipun Kades tidak mungkin langsung bisa
memberikan pekerjaan, tidak bisa langsung menciptakan lapangan kerja, ya tentu
saja ada kebijakan-kebijakan dari Kades yang bisa dinikmati oleh seluruh
masyarakat.
Jika
keamanan desa sudah bisa dikendalikan oleh negara melalui institusi khusus
keamanan, serta hal-hal lain juga bisa langsung dari kementerian, bisa jadi
nanti sudah tidak perlu lagi yang namanya Kades, cukup diberi ASN untuk
mengurusi administrasi saja. Sehingga tidak ada lagi calon kades dan
meminimalisir konflik interest di desa. Seperti camat. Bisa diganti-ganti.
Dipindah-pindah. Sehingga potensi korupsi juga bisa diminimalisir, sebab gaji
ASN sudah ditentukan. Begitu pula dengan berbagai perangkat desanya. Apel dan
lain sebagainya.