Dari
sudut matamu, dapat kulihat bulir-bulir kecemasan
Kau
tetap pada pendirianmu, menangis di sudut waktu
Melenguh
panjang, merasakan ngilu, tulang sumsum rontok
Dari
redup sinar matamu, kau biaskan reributan waktu
Ada
butiran-butiran debu yang menggeragas dalam dirinya
Kau
seperti tak sadar, debu-debu itu membuatmu ganjil
Mencipta
tanya tentang segala yang rongsok
Kau
biaskan segala yang luruh
Kau
hendak melerai jatuhnya air mata, tapi sayang
Air
mata berjalan linglung, terhuyung-huyung menopang gendutnya sendiri
Kau
mencoba pasrah pada segala kondisi
Rapuh
tubuhmu kau paksa tegak
Menenggak
air yang ditapis dari kebeningan malam
Kau
cipta keheningan pada keping-keping waktu.
Jawa Tengah, 2017
Maos jugan
Ketiak
Sayap Ayam
Aku
berlindung di ketiak ayam
Sedang,
sekawanan macan
Tengah
menghadapi peluru anjing-anjing
Yang
menjaga hutan-hutan dan istana
Maaf
kawan, ketiak ayam membuatku kelilipan
Aku
buta, aku terlena, aku ternganga
Aku
lumpuh, aku buntu.
Kebumen,
Agustus 2016
Ia
Bermake Up
Pada
wajahnya ia bedakkan warna pucat kecemasan
Pada
bibirnya ia oleskan lipstick kegetiran
di
pipinya ada warna lebam kecoklatan
Pada
punggung matanya, ia oleskan warna biru kelesuan
di
garis-garis matanya, ia tarik pagar tanggul tumpahnya air mata
Pada
alisnya, ia arsirkan hitam kemarahan
Pada
rambutnya, ia sembunyikan rinai-rinai kesunyian
Ia
berjalan, menawarkan kelaparan, mempromosikan kematian.
Kebumen,21
Agustus 2016
*Mat Toyu, pria kelahiran Sumenep, Madura. Telah menyelesaikan pendidikan di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dua Antologi Cerpen karyanya berbahasa Madura; Embi’ Celleng Ji Monentar (2016) & Kerrong Ka Omba’ (2019), Sokana dan Ngejung