Hai
Puan, Deritaku Panjang
Derita
Yang
kau anggap penderitaan itu
Tidaklah
logis
Semua
berawal
Akibat
tindakan dirimu tentang sesuatunya menggunakan proses transaksional
Baik
dalam lingkup interaksi sosial
Maupun
menyangkut perasaan
Kasih
sayang yang kau pakai
Adalah
kasih sayang yang berorientasi pada keuntungan
Atau
setidaknya dalam rantai simbiosis mutual
Jika
kesemua perasaan didasarkan atas nama pengorbanan
Laksana
cintamu terhadap orang tua serta anak keturunan
Semuanya
akan terasa berbeda
Walau
dengan berbagai peluh pengorbanan
Engkau
akan menjalaninya dengan tenang, santai dan damai
Se
nakal apapun anak anakmu
Se
bejad apapun orang tuamu
Engkau
takkan pernah bisa untuk memutus kasih itu selamanya
Engkau
takkan pernah merasa dihianati
Engkau
akan jauh dari perasaan sedih dan kecewa
Engkau
pasti akan rela memeluknya dengan tangan terbuka
Karena
hubungan transaksional mu
Dengan
siapapun engkau dan bersama orang seperti apapun
Engkau
akan hancur
Cinta
Adalah
pengabdian
Bukan
domain meraih keuntungan
Sumenep, 1444
Maos jugan
- Nyandha' Caretana Sattar
- Narto Lebur ka Oreng Bine'
- Kehidupan Kedua
- Mahbi Abine Pole
- Benarkah Hoax Bermanfaat!!!
Kegalauan
Merajalela
dimana mana
Menjangkiti
genarasi
Tanpa
pandang bulu
Berdasarkan
realita
Galau
adalah sifat yang paling banyak dipakai dan dijadikan jubah keseharian
Dizaman
melenial
Entahlah
Kehidupan
sepertinya hanya menggiring manusia kearah kegalauan dan depresi
Dimana
mana
Layaknya
pandemi
Sumenep, 1444
Maos jugan
- Pantun Madura, Sanja' Kona
- Eja'an Dhalem Basa Madura
- Tasdid dhalem Basa Madura
- Kaju Odhi' Paseser Tasellem
- Bahaya Laten Plagiasi Lagu
Semua
orang akan sanggup bersamamu karena kelebihan mu
Tetapi
tidak semua akan sanggup bertahan di sampingmu karena kekuranganmu
Karena
mereka hanya ingin manfaat dan keuntungan darimu
Biarkan
yang ingin pergi untuk segera pergi
Tak
usahlah memaksanya untuk terus bersama
Jangan
pernah menahan seseorang untuk terus bersama apabila ia tidak merasa bahagia
Engkau
terlalu berharga
Engkau
tak pantas tumbang
Menghadapi
kenyataan yang berlawanan dengan harapan
Semua
hanya sebagai pertanda
Demi
lahirnya sebuah pemahaman
Bahwa
ada sutradara dibalik semua peran
Sumenep, Madura
Semua
orang telah berjuang
Dan
akan terus berjuang
Selama
berada dalam ruang kehidupan
Namun
ada batas yang takkan bisa mereka lampaui
Batas
dimana ruang peran memberi batasan
Jangan
pernah menganggap seseorang hanya terpaku dan diam
Apalagi
menganggapnya lari dari perjuangan
Karena
seminim apapun peran yang ia torehkan
Gerak
hidupnya masih merupakan bagian dari sebuah perencanaan
Di
manapun seseorang berada
Keberadaannya
pasti sangatlah pas
Sesuai
skenario besar kehidupan
Oleh
karenanya
Tak
ada seorangpun di dunia yang keberadaannya salah tempat
Tak
ada yang terlalu ke timur ataupun ke barat
Tak
ada yang terlalu keatas maupun kebawah
Semua
telah berada di tempat yang seharusnya
Dalam
situasi tertentu serta dalam rentang waktunya
Sumenep,
Madura
Kesedihanmu
itu terlalu lebay
Kekecewanmu
juga terlalu lebay
Apalagi
sakit hatimu
Sungguh
lebay diatas lebay
Lebay
Karena
sebagai makhluk berakal
Engkau
slalu memerangi perasaanmu dengan virus pemikiran sporadis
Dengan
mencekokinya alasan alasan krusial pengintimidasian
Serta
menghujaminya dengan pedang keegoisanmu yang slalu membutuhkan korban
Hingga
tak kuat lagi untuk sekedar tegak kokoh
Mempertahan
sisa kesabaran
Maka
jangan salahkan siapa siapa
Jika
suasana hatimu kacau kemudian ambruk
Semua
adalah buah dari kekalahanmu mempertahankan kemerdekaan perasaan
Engkau
lebay
Lebay
Karena
hatimu yang sakit
Tetapi
orang lain yang terus engkau salahkan
Mikiiiiirr...
Sumenep,
Madura
Hai,
Puan...
Lama
tak terdengar kabar
Kupikir
kau telah pulih dari cidera
Nyatanya,
kau masih saja terjebak pada pusaran asmara penuh dusta
Mengiba
pada angkuhnya satu raga yang menempatkanmu sebagai sang hamba
Puan...
Sudah
berapa banyak rasa kau tuang ke dalam bejana bertabur nestapa?
Sudah
berapa warsa kau menitipkan rindu pada sarayu?
Hingga
rapuh menghampiri, tak jua kau bergeming dari setia
Tergambar
sudah guratan perih di tiap sudut wajah
Kau
hapus dengan paksa agar terlihat bahagia
Dengan
mencoba tersenyum
Demi
menipu keadaan
Lelah
ya, terus bertahan?
Atau,
kau hanya menunggu waktu untuk menyerah?
Mari
sini, duduk bersamaku
Kita
bersulang merayakan luka yang menyapa tanpa malu-malu
Akan
aku ceritakan bagaimana berduka tanpa air mata
Tanpa
harus mengelabuhi kenyataan
Akan
aku tuliskan berlembar-lembar nasihat bagaimana menjadi kuat meski tanpa banyak
bercerita
Agar
kau paham, bahwa tak sepatutnya kau bertekuk lutut pada hasrat saban waktu
Atau,
justru kau semakin terpuruk tersebab candu?
Oh,
Puan...
Mencintai tak harus se parah itu
Madura,
1444