Pejamkan
Mata, Agar Bisa Berjalan
Pejamkan
matamu
Ada
kegelapan yang harus kau akui disisi lain kehidupan
Manusia
yang selalu membawa kotoran kemana mana
Seperti
toilet bergerak
Namun
merasa suci
Serta
sering melihat orang lain najis
Padahal
tubuhnya adalah tempat penampungan kotoran busuk
Kencing
darah serta sisa makanan yang menjijikkan
Sering
dilupakan
Laksana
dosa dosa
Kebanyakan
mereka
Tak
peduli itu
Kotor
dan gelap selalu terasa mengganggu
Walau
sejatinya bau kentut sudah sering mengajarinya
Mereka
sekali kali harus dipaksa
Untuk
berkaca pada anusnya
Reyaja 1444
Maos jugan
- Santri Dalam Dinamika Politik Kebangsaan
- Raker Ansor: Ngongodhadan Ta' Ancor
- Elangnga Pangajiyan
- Perubahan Iklim & Ancaman Krisis Pangan
- Relasi Parpol dengan Kebijakan Sosial
Gelap
pasti akan tiba
Menjemput
Saat
ruh melayang
Memisahkan
diri dengan tubuh
Laksana
memasuki lorong mimpi
Layar
kehidupan sejenak diputar
Cepat
Merefresh
kejadian kejadian
Berbentuk
kibasan kibasan kenangan
Baik
terpampang
Buruk
pun tak dapat dilarang
Dalam
unjukan nafas akhir
Berat
Melepas
ruh yang akan pergi
Kedalam
barzahnya
1444
Untuk
dapat terus berjalan
Engkau
harus merelakan ada langkah langkah yang jauh tertinggal di belakang
Jejak
Adalah
kenanganmu
Seindah
apapapun keberadaannya
Ia
hanyalah masa lalu
Masa
dimana engkau tak bisa kembali untuk mengulanginya
Jejak
Adalah
prosesmu
Se
pahit apapun rasanya
Ia
hanyalah penggalan sebagai pelengkap perjalanan
Penggalan
yang tak bisa kau hindari untuk sampai pada kenyatanmu yang sekarang
Sumenep, 1444
Maos jugan
- SUNDAY KILLER
- Lukisan Musim Lalu
- Rèng Binè’ Ḍâlem Kepkeppan Jhâman
- Mamat Terro Nompa’a Jaran
- Majang, Riqatul Fitriyah
Dialah
yang berhak kau cintai
Yang
pertama
Dan
utama
Jika
keberadaan cintamu tidak sebagaimana mestinya
Dengan
lebih mendahulukan mencintai entitas selainNya
Baik
dengan alasan apapun jua
Baik
menggunakan dasar kedekatan yang seperti apa
Cinta
takkan pernah sempurna
Cinta
tak pernah berada pada kesejatiannya
Dan
cinta pasti akan bergerak ke arah yang bukan semestinya
Sumenep,
1444
Wajar
saja
Pelangi
tak datang setiap hari
Wajar
saja
Derai
keringat dan air mata menghiasi hari hari
Yang
tak wajar
Adalah
dirimu yang selalu berharap hidup bahagia
Dengan
fasilitas fasilitas penunjang yang serba ada
Ingatlah
Lintasan
pelangi dilangit biru akan lebih menyentuh
Ketika
ia datang tidak setiap waktu
Sumenep,
1444
Engkau
Terlalu
sering berharap
Padahal
harapan selalu mengajarkan dan memojokkanmu keruang kekecewaan
Bahkan
menceburkanmu kedalam jurang perderitaan
Masih
belum cukupkah
Harapan
mengecewakanmu
Dan
sampai kapan engkau mampu menahannya
Cukup
Cukup
sudah
Saatnya
engkau menggantungkan harapan kepada dzat yang semestinya
Sumenep,
1444