lalampan.com. Lelaki setengah baya itu tampak sangat bahagia
setelah ke sekian kalinya ia berhasil menipu Tuhan. Hari itu ia benar-benar
merasa puas. Pasti Tuhan sangat jengkel padanya, justru karena itulah ia merasa
dendamnya kepada Tuhan terlampiaskan.
Sebelum suara tilawah melantun dari corong masjid
sebagai penanda salat jum’at, ia sudah mandi dan memakai baju putih-putih,
melingkarkan surban di kepala dan sajadah di bahu. Di dalam pikirannya, ia
bayangkan Tuhan telah bersiap dengan buku catatan amal dan pensil warna di
tangan untuk menuliskan satu amal baik yang akan ia lakukan: salat jum’at.
Setelah azan kedua berkumandang, ia ambil sepeda
ontel merek Ruth peninggalan Belanda dan mengayuhnya menuju masjid yang
berjarak tidak lebih dari 200 meter. Jamaah di masjid tua kampung Ares Tengah
sudah hampir penuh. Ia sandarkan sepedanya di bawah pohon asam yang rindang.
Dengan kepala tertunduk ia berjalan ke serambi masjid, mengambil tempat dekat
pintu utama, menghampar sajadah, menariknya kembali, lalu pulang disertai tawa
kecil yang sempat ditangkap beberapa kuping jamaah.
Lalu ia kembali bayangkan betapa Tuhan sangat kesal
kepadanya karena sudah mengira kalau ia akan salat jum’at, padahal sekedar
pura-pura saja. Menurut perhitungannya, dendamnya kepada Tuhan masih belum
selesai.
“Man Sunardi itu kenapa? Sudah sinting dia?” tanya
seorang jamaah.
“Tidak tahu. Sejak ia gagal lagi panen garamnya
seminggu lalu, perilakunya jadi aneh,” jawab jamaah yang lain.
“Kata Man Punabi, ia lagi berantem dengan Tuhan,” timpal
Sukiman.
“Husss, lagi khotbah tuh, jangan ngomong terus!”
bentak seseorang yang lain dengan agak keras.
“Hei, ja’ nger-enger. Keluar kalau mau ngobrol!” bentak
Marsuto tak kalah garang.
Suasana masjid menjadi sedikit riuh. Untung saja si
tukang khotbah tetap khusyu tak peduli suasana. Kiai Maddasin, selaku tetua
kampung dan guru ngaji yang disegani tiba-tiba berdiri menatap ke arah jamaah
yang riuh. Usai salat jum’at, para jamaah membawa pulang pikirannya
masing-masing tentang Sunardi yang bertingkah konyol di masjid yang katanya sedang
berperkara dengan Tuhan.
Sejak hari itu, kabar mengenai Sunardi yang hendak
membalas congoco Tuhan tersebar ke
seluruh kampung. Dan sampai pula kabar kurang mengenakkan itu ke telinga Kiai
Maddasain, dan tentu saja membuatnya geram.
- Feminisme dalam Pekerjaan Sosial
- Dampak dan Proses Pencegahan Politik Agraria
- Bakso dan Problematika Kehidupan
“Apa kabar itu benar?” Tanya Kiai Maddasin kepada
Punabi, tetangga dekat Sunardi yang dipanggilnya malam itu usai salat isya.
Berdasarkan kabar pula, Punabi dianggap yang paling tahu tentang keanehan Sunardi
yang terjadi belakangan.
“Lerres Kiai. Sunardi sendiri yang bilang kepada
saya kalau dia sedang ingin membalas Tuhan yang telah menipunya,” jawab Punabi
penuh ta’zim.
“Menipu bagaimana?”
“Saya kurang tahu juga, Kiai!”
Kiai Maddasin menarik napas agak berat. Hatinya
panas dingin. Giginya bergeretak menandakan ia marah mendengar kebenaran kabar
tentang Sunardi yang hendak menipu Tuhan. Ia putuskan bahwa besok pagi sebelum
masuk waktu duha, ia akan menanyakan langsung kepada Sunardi.
“Tuhan kok dibuat permainan,” gumamnya.
Sesuai rencana, sebelum matahari merangkak setinggi
tombak, Kiai Maddasin sudah berada di pekarangan rumah Sunardi. Dilihatnya
Sunardi sedang memberi makan ayam-ayamnya di samping rumahnya. Ia ingin segera
melampiaskan amarahnya kepada si petani garam yang sok berlagak itu.
Tapi, seketika langkahnya berhenti. Ia tiba-tiba
teringat bahwa dirinya masih memiliki hutang garam satu kwintal kepada Sunardi.
Sudah hampir setahun tapi belum pula ia lunasi. Ragu-ragu mulai menyergap
hatinya, dan beberapa detik kemudian ia memalingkan badan.
Ternyata, berurusan dengan hutang jauh lebih
menakutkan dari pada berurusan dengan Tuhan.
*****
Kabar mengenai Sunardi ini sudah kutemukan pangkal
mulanya. Berdasarkan hasil investigasi yang saya himpun, saya akan menceritakan
bagaimana asal mula lelaki petani garam itu punya dendam kesumat kepada Tuhan
dan berkali-kali ia berusaha menipuNya. Tapi tidak sekarang, lain waktu saja.
Candi, 01 Juni 2023
Keterangan:
Man
: Paman/Om
Ja’
nger-enger : Jangan ramai
Congoco
: Ngerjain
Lerres
: Benar
amazing
BalasHapus