Puisi-Puisi
Jufri Zaituna
POTLOT
kantong
plastik lurik berwarna hitam putih
ku
jadikan tas sekolah, agar buku tak basah
bila
hujan datang atau berjalan di pinggir pematang
kuikat
di leher seolah sayap Superman
kukenakan
sarung, kemeja dan kopiah hitam.
seragam
resmi belum jadi
sebagai
tanda bila tak ada beda:
si
miskin dan si kaya
masa
lugu penuh pilu
tas
plastik mengepak di punggung
pelepah
kelapa menjulur diterpa angin
kutarik
erat, kupegang kuat untuk terjun
sampai
tubuh berayun menuju masa depan
masa
depan terbuat dari cinta, doa dan impian.
plastik
berisik di pinggang penuh keringat
ujung
potlot menusuk kantong plastik
potlot
menghilang, penghapus menggelinding,
penggaris
melesat di antara semak rumput
tasku
bolong!
aku
tetap masuk sekolah meski potlot hilang
guru
berjalan dari kantor,
murid
menunggu pelajaran
bel
masuk pelajaran berdenting nyaring:
"nang...!
ning...!
nang...!
ning...!
Naaaang!
ning!"
guru
masuk kelas dengan mengucap salam
murid
menjawab penuh gemuruh dan riang
dulu
ada kelas nol dan kelas satu
tak
ada bangku dan meja belajar
di
depanku
kami
bersila lalu membaca doa:
"robbi
zidni 'ilmaa, warzuqnii fahmaa,..."
kulepas
tas plastik terikat di leher
tali
kuat tak bisa lepas
leherku
seakan tercekik
mukaku
memerah
guru
menulis Basmalah
menyambung
pelajaran kemaren
ku
gambar lantai dengan sisa kapur tulis:
menggambar
ibu mengolah tanah lempung jadi gerabah
menggambar
ayah menyabit rumput di sawah
"yang
tidak menulis berdiri di halaman!" kata guru di depan
papan
tulis
aku
bingung karena potlot telah hilang
melirik
ke kiri dan ke kanan
ingin
hati meminjam punya teman,
tapi
teman sedang menulis catatan harian:
"plastik
berserakan di mana-mana
tak
ada yang mau memungutnya
plastik
lebih berbahaya dari pada
merang
dan serangga."
seperti
itulah isi catatan harian
seorang
teman
aku
pun keluar dari ruang kelas,
karena
tak bisa menulis pelajaran
berdiri
di halaman sampai pelajaran selesai
kulihat
langit luas
matahari
siang menyengat
jambu
air berjatuhan, namun tidak mimpiku sekarang
daun-daun
berguguran di pelataran, tapi tidak langkahku ke depan
pohon
kelapa terpacak kuat dengan akar serabut
kakiku
berjalan layaknya potlot menulis banyak hikayat
2022
Maos jugan
- Alembay Pole, Sanja'na A Farhan
- Konye’ Gunong Monggu Kerrong ka Omba’
- AH Hasmidi Lebur ka JokPin
- Akhir Sebatang Pohon Gayam
- Pesantren Sebagai Pusat Pengetahuan
HIDUP
aku
masih hidup
untuk
merancang menara batu,
bendungan
raksasa untuk menampung kesedihan
bumi
yang terluka
jalan
terhampar menembus gunung
membelah
persawahan
melewati
jurang curam
seketika
telaga jiwaku membeku
mengeraskan
perasaan pilu
pada
pohon tumbang berserakan
batu-batu
hancur lebur dari tebing
mata
air di sungai kecil lenyap
dalam
sekejap pandangan
pada
gelombang udara
kudengar
jerit hewan murka,
kicau
burung merdu
mengetuk
gendang telinga
deru
buldoser membongkar ekosistem hutan
menjadi
lahan pertambangan
atau
sekedar tempat wisata
hanya
desah ranting pohon nangka
di
belakang rumah kita
yang
kelak jadi rumah kecil
dengan
perpustakaan
juga
kolam pemandian
udara
resah dari tanaman jagung,
padi
runduk tapi tak ingin takluk
membangunkan
mimpi pagi
bila
aku masih hidup
kecipak
air di kaki anak bermain
di
pinggir sungai
bersama
deru buldoser
di
tebing curam
mengikis
nafas panjang
aku
masih hidup
namun
dunia segera mati
2022
TRAKTOR
keringat
mengucur
dengus
menyeret lumpur
urat
otot tegang menarik beban
di
bahu lecet telah mengering
kini
sapi tertidur di kandang lengang
makan
seharian menimbun pupuk kandang
kibasan
ekor menampar bokong
menghalau
lalat berseliweran
tanduk
menyeruduk tiang kandang
yang
sudah doyong ke depan
matanya
sayu memandang ibu
dulu
matanya berkobar
membakar
jidat petani mencangkul
kini
sapi hanya kuat berdiri
terpancang
sendiri terikat tali
melihat
traktor merangkak pergi
meninggalkan
waktu yang bersemi
bau
solar dari deru mesin
kenalpot
digeber memekik keras
pada
sebidang dada yang lapang
sapi
tetaplah sapi,
walau
tak bekerja keras
petani
bukanlah sapi,
yang
kau cambuk penuh dengki
ketika
panen raya memberkati
petani
merangkak demi sapi
demi
tanah basah keringat lelah
petani
memakan hasil panen sendiri
menghirup
udara segar pagi hari
dari
rumput sebagai pakan sapi
2022
GANG
mengerti
benar akan perjalanan
karena
sudah serlok duluan
peta
satelit dimungkinkan
mempermudah
titik terdalam
sampai
aku di hatimu
di
gang sempit penuh liku
mekar
bagai bunga anggrek
mengeras
seperti gapura
meronta
setengah terbuka
tubuhmu
penunggu
para
pencari hiburan
kepuasan
melenakan
dari
percumbuan kekosongan
gang
gelap itu mulai bercahaya
setelah
datang penerang jiwa
pada
jalan bercabang
tak
tentu arah berakhirnya
lukisan
bulan kembar
titik
bintang mengelilinginya
kupu-kupu
di gelap malam
hinggap
di ujung hidung belang
penerang
gang gelap berkata:
kesadaran
ditanamkan
di
setiap sisi kehidupan
hanya
di kegelapan
cahaya
bisa ditemukan
agar
lintasan bayangan
dari
balik cahaya
lenyap
dengan sendirinya
2022
REMAJA
lembar
kata robek compang camping
benang
tali putus
menyambung
kata bagi benda
lebar,
tipis dan tinggi mencapai sukma
tentang
papan, kertas, seng, dan sebagainya
helai:
dua daun, kertas, kain, layar, dan sebagainya
seperti
rambut, tali, utas; helai: tiada luruh
memilin
tali waktu; daun, kertas surat kabar adalah peristiwa
yang
mencatat sejarah
menjilid
tinta hitam masa suram
sungguh
tak lagi menyenangkan
masa
remaja penuh kutuk
hitam
silsilah darah
daya
ucap merangkak cepat
kata
terasa asing bagi kemiskinan
remaja
tak mengenal perjuangan
apakah
itu bahasa ibu
ataukah
ibu tak pernah melahirkan bahasa jemu
kata
akal memikirkan sumbu
pundak
remaja memikul pilu
Ketika
semerbak rindu
meninggalkan
jejak haru
hitungan
hari berganti
tangan
memecah kepala ikan
pergi
menangkap ilmu pengetahuan
kata-kata
hanya lintasan
realitas
merangkai keindahan
usaha
mengetahui langkah sejarah
selalu
berdamai dengan kekuasaan
kuasa-Nya
tercipta jalan
bagi
nama remaja
tahta
di tangan masa muda
langkah
pikiran
menciptakan
dunia
kata-kata
melahirkan cerita
bagi
tanda seru mengubur jasadku
dan
sebagainya!
2022
LAPTOP
di
malam pertama aku dan laptop
seperti
di depan wajahmu yang imut
melihatmu
duduk manis menyeruput kopi pahit
dari
cangkir retak sehabis adzan isya'
selepas
terbangun dari mimpi
bantal
kamus dan selimut kata-kata sakti
aku
di depan laptop merangkai peristiwa
masa
lalu di ujung lentik jemari
mewarnai
kuku dengan lagu
untuk
menari di ranjang penuh buku,
kertas
kosong dan struk pembelian
berjalan
menemukan ruang
teriak
abjad dari dalam kamar
kata-kata
bermakna abadi
aku
tak ingin menjadi kursi dan meja
menyusun
pertemuan dan kehilangan
aku
menjadi peristiwa yang diendapkan
menjadi
ampas di cangkir hidupmu
lalu
mataku terbuka, walau gelap menusuk
hujan
deras membasuh muka
ku
tutup laptop sembari bertanya
adakah
puisi gelap
seromantis
malam pertama?
2022
Jufri
Zaituna, lahir Bragung, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura. Telah terbit rumpun
puisi: “Dalam Bingkai Dunia (Ganding Pustaka, 2022)”.