Dalam Pemilu sekarang (tahun 2024) memang ada tiga
pasang calon presiden dan calon wakil presiden, mulai dari pasangan 01, 02, 03,
kita setiap hari menyaksikan perdebatan para pendukungnya di sosial media. Menghujat
si A, hajar si B, begitu pula sebaliknya, si C menyerang secarar brutal,
ditangkis, counter attack, serangan balik, begitu terus setiap hari. energy habis
hanya untuk perdebatan yang begitu. entar Buzzer atau pun sukarelawan.
Pencoblosan emang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari ini, namun yang
selalu menarik dan muncul di media sosial adalah ucapan atau tuduhan yang
bernada kemarahan dan lain sebagainya.
Artis-artis papan atas tanah air juga terpolarisasi,
ya itu wajar, pilihan, para kiyai juga terpolarisasi, wajah, itu merupakan
pilihan, rakyat, masyarakat awam, juga demikian. Sangat wajar beda pilihan.
Karena hal itu berkaitan dengan selera. Satu hal yang menurut saya kurang
menarik dalam pemilu kali ini, atau bahkan setiap pemilu. ini hanya menurut
pandangan saya pribadi, sebagai manusia biasa yang berada di dalam pedalaman Madura,
yang terkadang masih menjumpai kawasan bebas pembangunan alias tak tersentuh
pembangunan sama sekali, bahkan alat peraga kampanye pun tidak masuk di daerah
tersebut, karena hanya ada tiga rumah.
Maos jugan
- Eja'an Dhalem Basa Madura
- Oca’ Bakal dhalem Basa Madura
- Sedikit Bocoran buku “Nyai Madura"
- Kerata Basa Madura
- Puisi Madura Sorat Ibrahim
Hal yang menurut saya tidak menarik itu adalah
ketika (semisal) si A, mendukung salah satu paslon, lalu dikomentarin seperti
ini:
“Kamu sekarang mendukung si, A. Kalau si B menang,
apakah kamu siap pindah negara?”
“Kalau kalah siap pindah ga?” & “Nanti kamu
tidak usah menikmati pembangunan negara ini!” dan lain sebagainya. Kita tahu
sendiri dan tahu bersama bahwa rakyat Indonesia adalah Rakyat Indonesia,
meskipun beda pilihan pada saat pemilu, apapun hasilnya ya tetap rakyat
Indonesia, meskipun mungkin akan menjadi orang yang selalu mengkritisi
kebijakan, itu pun kalau mengkritisi. Juga kalimat nanti kamu tidak usah
menikmati pembangunan negara ini jika junjunganmu kalah. Setiap rakyat membayar
pajak, baik besar ataupun kecil, semuanya membayar pajak, mulai dari pajak
bumi, bangunan, hasil pertanian, hasil perdagangan, dan lain sebagainya.
Apakah wajar dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika,
lalu karena kalah dalam pemilu presiden lalu dianggap bukan bagian (rakyat)
Indonesia, ya tentu saja tetap menjadi rakyat Indonesia. mungkin mereka tidak
benar-benar agar orang itu pindah negara, melainkan hanyalah ujaran saja. namun
hal itu mengindikasikan wajah demokrasi itu yang masih seperti itu.
Seperti saat kita menjadi pelamar kerja, kadang
dicuekin begitu rupa, coba kita terapkan pada paslon itu. Bagaimana mereka
kalau kita Cuekin. mau mengumbar janji-janji seperti apapun, kita biarkan saja
berceloteh. Mau sampai berbusa-busa sekalipun ya biarkan saja. tak perlu
didukung, apalagi sampai proses dukungan kalian, mengakibatkan pertengkaran,
percekcokan dengan kawan-kawan, sahabat-sahabat, tetangga hingga pertemanan
jadi hancur lebur. Sewajarnya saja.
Bagaimana perasaan kalian yang dulu ngotot menghujat
Jokowi, menghujat Prabowo, hari ini mereka menjadi satu kelompok besar? Kecewa?
Lucu? Atau kalian sedang dalam proses yang cukup membingungkan. Sampai bertanya-tanya
begitu. Kenapa begini-kenapa begitu? Dapat jatah kekuasaan sudah terlena. lupa
pada apa yang semula dikatakan. Politik itu memang kesiapan mental yang cukup
besar.
Dulu banyak sekali orang-orang yang menghujat Prabowo,
sekarang memujinya? dulu banyak sekali memuji Jokowi (baik sebelum jadi Presiden,
pada saat pencalonan hingga selama menjadi Presiden), sekarang mengkritik habis-habisan.
Jangan langsung habis-habisan lah, biar tidak cepat habis. Ini Indonesia, Bung.
Semuanya begitu dinamis, asyik dan penuh kelucuan.
11 Februari 2024
Maos jugan