Puisi Senyum Subuh
Wajahmu
yang putih tampak sayu oleh warna subuh ketika kita berjalan agak berjauhan
pulang dari surau Aku tahu ketika itu kau sedang risau meski kau mencoba
menyembunyikan di matamu yang teduh senyummu memaksaku berhenti berjalan sekali
memandangmu mengharap subuh pun ikut berhenti
Risaukah
yang membuat senyummu semakin menawan
Ataukah
karena aku terlalu lama menanti
seingatku
kau tidak berkata apa-apa
Atau
tak ada kata-kata yang dapat kutangkap dan aku setiap kali hanya asal berkata
Namun hari itu kita seperti bercakap-cakap kini dalam sepi subuhku sendiri Aku
melihat senyum seperti senyummu Berkelebat menghentikan langkahku Hatikupun
memanggilmu
Nailus
sururi Batang Batang Laok
Maos jugan
- Cangka Asela
- ALBUM TANPA JUDUL
- Tase’ Tadha’ Omba’, Faidi Rizal Alief
- Resensi Buku; Kerrong ka Ombâ’
- Puisi-Puisi Jufri Zaituna
Gadis di Sudut itu
Gaun
merah, bibir tanpa Gincu, dan aliran darah telah kau tasbihkan sepanjang hari.
Belakangan ini aku pelajari bahwasanya duri-duri dalam hati berasal dari rasa
iri. Masih terdiam, terbelenggu keputusan, dan rasa bersalah seorang insan.
Mungkin
mata cabul ini penyebab Tuhan enggan mempertemukan kau dan aku.
Sukarnya
mengejawantahkan suatu nalar tanpa mekar. Ini
Sukma menelan kudapan-kudapan angan.
Lemahku
tujuan sebab doa-doa kian terbantahkan. Sungguh, aku kerap lupa bahwa rencana
sang pemilik alam selalu sepadan.
Gadis
di sudut itu, oh Ilahi. Sungguh mencekam
birahi tatkala perasaan terus dibodohi. Bukan nuansa nan romansa yang ingin
kuberbagi, namun keluh kesah mengakar dari berbagai jeritan anak manusia. Tak
bisa dimungkiri.
Puisi
Semesta Sudah Tua
Guratan
menyayat lelahnya Nurani kalbu yang haru biru terberangus hampa.
Tawar
dalam senyawa yang biaskan gulita
Gelap
bak dosa-dosa pun dianggap jelita.
Hingar
bingar sore di kota siratkan jenuhnya
semesta perut bumi yang sudah tua dan isi otak kita terus menua dituntut
kebutuhan semata.
Maos jugan
- Disa Bakal Ngaredhap Kadiya Bintang
- Eja'an Dhalem Basa Madura
- Kamus Bahasa Madura
- Kerata Basa Madura
- Konsonan Alos & Dhammang
Mata-mata
perlahan terasa lelah:
Tumbal
makian dan amarah membuncah.
Istirahatlah
;
Kekecewaan
dan harapan usang
Mimpi
dan emosi tak sempat tertuang.
Rejeki
dinobatkan hanya sebatas uang, sebab khawatir akan himpitan utang.
Doa
serta-merta banyak terbuang
Karena
keraguan terus berulang
dan
lupa diri hingga terkekang,
Kala
Ilahi jadi prioritas terbelakang..
Dialog
soal mimpi yang telah mati
Tatkala
kita sedang berdialog soal mimpi yang telah mati, lantas mengapa harus menyalahkan
tengiknya ambisi? Kenapa waktu harus disesali? Sebab tugas mimpi memang untuk
mengenal hari-hari.
Dan aku membedah kembali ide tuk membangkitkan cita-cita yang sudah usang sedari dini. Kau diam menanggapi, seolah-olah sedang semadi. Jikalau ini masanya kita membenci diri sendiri, maka kondisi saat ini memacu kita untuk lupa diri.