Laut
Yang
mencintai laut
Karib
dengan maut
Di
bawah layar berdebur hidup
Pasang
arus menderas sujud
Cintamu
adalah laut
Mendekapku
selekat maut
20
Juni, 2019
Lelaki
& Melankoli
:
Catur Arum
Tegar
karang basah buih birahi
Tak
ada lelaki kalis melankoli
Maka
kau bernyanyi, kulepas puisi
Kata
ialah tangan angan menggapai
Nada
ialah bunga jiwa melambai
Angkasa
kebak, berderai ingin sampai
Di
oleng kapal, di grunjal butut bus mini
Saat
ramai perjalanan yang sendiri
Suaramu
dan lamunanku saling menemani
Dalam
irama gandrung mengalun
Bersama
ombak rindu pasrah berayun
Tak
tenang namun sematang nujum
Gelisah
laut sekarang milik siapa
Sementara
kita butuh labuhan cinta
Lebih
nyata dari bekas luka prahara
Adakah
ini beban lama, ataukah hanya
Udara
dirundung nuansa putus asa
Apa
selamanya kan kita bawa kecewa
Karena
asmara, tetes air mata
Lintasi
selat arungi samudera
--Setelahnya,
sama saja
Dengan
atau tanpa lagu
Di
negeri purba tak terpeta itu
Sebagai
lelaki kita kan bertemu
9
Juli, 2019
Maos jugan
- Konye’ Gunong Monggu Kerrong ka Omba’
- Bakto Aba’ e Jakarta
- Mulut Orang dan Ucapan Neng Fai
- PERIBAHASA MADURA
Peristiwa
Pagi
tak kunjung tiba
dihadang
lebat kabut sehasta
dari
bibir loteng sebuah villa
Dan
sesaat sebelum peristiwa
percakapan
telah jauh rela
dibawa
lari desah suara
Setelah
tak bisa lagi kita
terjemahkan
apapun hembus tanda
dengan
kata-kata
Siapa
lebih dulu akan menyapa
benih
cahaya
atau
tubuh secemar surga
Atau
kita pertemukan saja rahasia
lewat
tatap pengentas pedih udara
dari
geremang terdalam palung mata
Biarlah
angkasa kota-kota
yang
menanggung pekat cuaca
karena
dipadati uap sperma
dari
fantasi sepi Presiden Boneka
Sebagaimana
lamis gerimis
meredam
rusuh pembantaian
dengan
gelombang kisah berderaian
Biarlah
nanti kesumat hujan
yang
mengaburkan tiap lekuk percintaan
dengan
licik tungkai-tungkai jenjangnya
Aku
ajak kamu menuruni anak tangga
supaya
segera resah rambut kita
lunas
pamit ke luas samudera
2015
Di
Tepi Jalan Ini
Malam
berkeluh
kesah
pada angin yang mendesah
Di
simpang remang ini
alangkah samar
pandang ke depan
betapa
rimbun
kenangan di belakang
dan mengganas
badai hari
Di
tepi jalan ini
juga ada alasan
untuk ucapkan
selamat tinggal
pada kata
hayal sendiri
Dan
aku
yang lama, pergi
telah tak kembali
Biar
mulai terbaca
setiap bisik dan gema
daun atau bayang apa
mau meluruh perlahan
Di
tengah luas
kegelapan
04:03
16
September 2018
Maos jugan
- Janji e Paseser, Irman Hermawan
- CARPAN: Bara Bertabur Menyan
- Warung Kopi Dan Kisah Yang Belum Usai
- Makoko Sendhina Basa Madura
Sanur
Blues
(Kesepian
yang Biru)
Cinta
hanya kata, hanya kata... Cinta hanya kata yang sempat lahir
di
pangkal asap terakhir dari mulut bau bir dan sisa kulum tercecer
Dan
luap hasrat, ombak pantai Sanur segera menghapusnya dari
getas
udara di atas pasirnya di atas buihnya "Blue moon, you saw
me
standing alone....." Selamanya, selamanya bulan biru, dan cinta hanya kata
Selamanya,
selamanya bulan biru lelaki itu
tak pernah nyata
di
mimpi, di sisiku
Dan
beribu bayang sepi berganti abadi menanti deburku di kamar
nomer
sekian di pusat ranjang api "Blue moon, you saw me standing
alone....."
Selamanya, selamanya bulan biru, dan cinta tak pernah tiba
Hanya
sebuah lagu sempurna melepasku ke tepi masa lalu
Hanya
jeda langit malam (gerimis yang pertama) sebentar menderai
cahaya
di seberang jalan sana
05
November, 2019
Umar Faruq Sumandar lahir di Sumenep, Madura (umur dirahasiakan). Menulis Puisi, Cerpen, dan lain-lain. Aktor berbakat ini kini tinggal di kampung halaman Dusun Pangsono' Desa Billapora Rebba, Lenteng, Sumenep. Bekerja sebagai tukang pangkas rambut di kios Mambesak dan penjual jamu tradisional Madura khusus pria dan wanita dewasa. Baru-baru ini bersama Mat Toyu penulis puisi dan cerita berbahasa Madura masuk dalam jajaran pengurus sebagai salah satu anggota divisi riset di Lesbumi PCNU Sumenep.