Tadjul Arifien R - Budayawan Sumenep
Dalam suatu berita live di sebuah TV swasta (Jakarta) beberapa tahun yang lalu, saya diundang sebagai Narasumber bersama Prof Dr Aminudin Kasdi, tentang Sejarah Sumenep.
Waktu itu Prof Kasdi bilang bahwa di Sumenep tidak ada
sejarah, yang ada dongeng (folklor, cerita tutur, "dungngeng" atau
bilang ka bilang)
Dengan adanya sindiran tersebut saya ingin membuktikannya dengan mengupayakan menulis karya ilmiah baik budaya maupun Sejarah Sumenep, hingga 19 judul. Yang 12 judul gratisan karena dana APBD II, sisanya dicetak Penerbit dan dijual. Ternyata konsumen atau pembelinya mayoritas orang luar Sumenep. Terutama Perguruan Tinggi yang terkemuka di Jakarta, Bandung, Bogor, Semarang, Yogya, Denpasar, Surabaya, Malang, Jember dan lain-lain. Sehingga banyak mewarnai di karya tulis mereka termasuk penulisan Skripsi,Tesis dan Disertasi.
Maos jugan
Di Sumenep sekalipun buku budaya dan sejarah lokal
sangat minim pembelinya, dibawah 10%. Setelah diamati di medsos-medsos grup,
ternyata memang mereka lebih senang mendengarkan dongeng, cerita tutur yang
kental mitosnya, dari pada karya buku ilmiah. Sekalipun buku tersebut telah
dilakukan kajian ilmiah, uji materi dan bedah buku, di perguruan tinggi.
Mereka menganggap seorang penutur dongeng sebagai ahli
sejarah, sekalipun tidak pernah menulis/menyusun karya tulis. Dongeng bernuansa
mitos memang sangat digemari dan dipercaya, sekalipun orang yang telah
perpendidikan strata 1, 2 dan 3, merupakan cerita yang disakralkan. Memang
dongeng merupakan kearifan lokal perlu juga dilestarikan, tapi karya ilmiah
sangat penting diutamakan, untuk mencetak manusia yang cerdas demi menyongsong
masa depan yang belum pasti, dengan gencarnya teknologi ITE yang kian hari kian canggih.
Hal mana juga dialami oleh Media massa, terutama media
cetak.
Hal tersebut merupakan tugas berat bagi Pemerintah Daerah, terutama dinas terkait seperti Dinas Perpustakaan, Dinas Pendidikan, Disbudparpora termasuk lembaga pendidikan seperti Perguruan Tinggi, Sekolah-sekolah, Ponpes, Madrasah dan lain sebagainya, untuk meningkatkan promosi literasi, sekalipun selama ini telah dilakukan.