ANAKMU
Anak
mana yang rela orang tuanya berpisah?
Sedangkan
kebahagiaannya ada pada mereka
Anak
mana yang rela kehilangan sosok ayah?
Padahal
dia cinta pertamanya
Anak
mana yang rela melihat ibunya hancur?
Padahal
dia penyemangat hidupnya
Saat
anak lain diselimuti kebahagiaan
Bagaimana
anakmu?
Bagaimana
hancurnya dia?
Apakah
rumah indah yang telah mereka susun bersama
Kini
akan hancur begitu saja?
Sebuah
kisah yang diukir bersama
Kini
akan menjadi kenangan saja?
Ujianmu
amat sulit
Aku
tak tahu anakmu tetap bertahan atau hancur
MENGIHLASKANMU
Lihatlah
Gadis
yang dulu meminta cinta
Kini
sadar bahwa mencintai tak harus memiliki
Gadis
yang dulu haus kasih sayang
Kini
telah belajar mengikhlaskan tanpa membenci
Dulu
dia berjanji akan mengikhlaskanmu
Jika
hatimu sudah terisi dengan yang lain
Dan
kini saatnya
Dengan
perlahan dia mulai melupakanmu
Walaupun
beribu kali terjatuh
Dia
tetap bertahan
Baginya
kebahagiaanmu lebih penting daripada perasaannya
Dengan
jiwa hebatnya
Ia
bisa mengikhlaskanmu dengan senyum yang indah
Karena
pada akhirnya setiap kali dia menginginkanmu
Dia
ingat kau tidak pernah mencintainya
MUSNAH
SUDAH
Pria
mana yang harus aku percaya?
Pria
yang hidup bersamaku sejak kecil saja memberi luka
Pria
mana yang harus aku cinta?
Cinta
pertamaku saja menusukkan pisau dengan senyum indahnya
Satu-satunya
pria yang aku percaya
Kini
berkhianat dengan bangga
Satu-satunya
pria yang aku cinta
Kini
mendua dengan tawa manisnya
Salahkah
aku kecewa kepadanya?
Salahkah
aku marah kepadanya?
Aku
katakan padanya
Pergilah
dan jangan kembali lagi
Karena
aku yang kau kenal dulu kini telah binasa
MELEPASKANMU
Dulu
saat aku dihadapkan pada dua pilihan
Tetap
mencintai atau mengikhlaskan
Aku
akan tetap kuat dengan pilihanku
Yakni
tetap mencintaimu
Tetapi
kali ini berbeda,
Dengan
jiwa besar ini
Aku
memilih untuk melepaskanmu
Karena
aku tahu
Yang
kamu inginkan bukan diriku
Yang
kamu sebut-sebut dalam sujudmu bukan diriku
Sebelum
aku akhiri perasaan ini
Aku
sudah meminta
Jauhkan
dia bila bukan untukku
Dekatkan
dia bila untukku
Tapi
apa yang terjadi
Kau
pergi jauh dariku
Maka,
aku akhiri ini
KESEKIAN
KALI
Salahkah
aku membenci orang yang bersamaku dari kecil?
Padahal
dia berkhianat dengan mulut manisnya
Pantaskah
aku tidak membencinya?
Padahal
dia mendua dengan wajah tak bersalah
Tak
bolehkah aku kecewa padanya?
Padahal
ini sudah kesekian kalinya
Ucapan
yang keluar dari mulutnya
Kini
sudah kutak percaya
Aku
muak dengan semuanya
Lalu
aku harus bagaimana?
Memberi
satu kesempatan?
Padahal
dua kesempatan telah aku haturkan padanya
Menyerah?
Tidak,
biarkan Tuhan yang menentukan
Aku
dan dia tetap bersama atau berpisah
MEREMUK KEPERCAYAANKU
Aku
benci setiap hal yang keluar dari mulutmu
Rayuan
manis untuk membujukku
Perkataan
yang mengatas namakan nyawamu
Beribu-ribu
janji yang kamu ucapkan
Kebohongan
yang kamu katakan
Aku
benci semua itu
Aku
muak
Asal
kamu tahu:
Rangkaian
kata manismu
Menusuk
lukaku semakin dalam
Pengkhianatan
banggamu
Merobek
kalbu
Beribu-ribu
kebohonganmu
Menghancurkan
semuanya
Lalu,
kamu berkata aku harus bisa bertahan?
Tolong!
Aku tidak mengerti kurang sabar apa lagi diriku
Aku
tanya:
Masih
tak sadar kah betapa egoisnya dirimu?
Masih
tak sadar kah betapa munafiknya dirimu?
Mufidatul
Aini, lahir di Batang-Batang. Saat ini ia duduk
di kelas sembilan (IX) SMP Nurul Jadid Batang-Batang. Suka membaca dan baru
belajar menulis.