Puisi: Renungan di Semangkuk Mie Ayam



Doa Ibu di Malam yang Buta

 

pada malam-malam yang buta dan bisu, ibu kudengar lirih suaramu yang terisak

di antara detak jam juga derik jangkrik

yang mengusik tidurku

 

Aku pun terjaga di antara mimpi-mimpi yang tak pernah selesai barangkali mimpi memang hadir sebagai potongan

tiba-tiba saja membawaku pada suatu momen

tiba-tiba pula menghentikanku pada satu titik tak tentu

 

sama seperti kali ini ketika mimpi memberi jeda

untukku membuka mata dan telinga

mendengarkan mantra-mantra ajaib yang kau rapal

 

kau pinta dengan beribu tetes air mata juga pengharapan yang tiada habisnya

 

mantra untuk meminta agar kami (anak-anakmu) menjadi lebih bahagia

agar kelak kami (anak-anakmu) tak pernah makan dengan sembunyi-sembunyi menyembunyikan tempe sepotong yang telah gosong, nasi secentong yang hampir basi juga kerupuk melempem yang entah dari kapan

 

dengan kata-kata “ibu sudah kenyang. makan saja  semuanya, anakku!”

 

katamu dalam do'a-do'a  di malam yang tuli itu, “Biar ibu saja yang pernah merasakannya” . memang malam itu buta dan bisu

tapi, kau begitu percaya seutuhnya bahwa tuhan tidak buta dan tuli dia selalu tahu apa-apa yang didoakan oleh hamba-nya

 

 2024

Maos jugan


 

Sekeping Harapan

 

ditengah sunyi malam

ketika bintang bersembunyi

aku mencari secara cahaya

sekeping harapan dalam gelapnya rasa sekeping harapan

sepotong asa bagaikan embun di pagi buta

 

menyegarkan jiwa yang letih berlari

menuntunku pada mimpi yang takkan mati

setiap detak jantung setiap napas

membawa harapan takkan terhapus

 

dalam pelukan waktu yang penuh rasa

kita kan temukan jalan, meski tersembunyi hampa

biarkan harapanmu menari

bersama angin menembus batas

sebab di dalam setiap luka

terdapat kekuatan untuk terus melangkah

 

 

2024

 

Hitam Berjubah Putih

 

 

Bukankah ia pandai menyembunyikan bengis?

mengelabui nafsu serakah membuncah

Bersikap tak seperti haus darah selayaknya orang penuh kasih

 

hitam berjubah putih jangan engkau tanyakan

tentang jujur sudah ke berapa kali hancur lebur menebus ambisi serakah tak terukur

 

entah kapan akan tersingkap putih kembali menampakkan hitam mengulas ke belakang realitas kelam menyisakan aib di sudut kenangan

 

Duri yang Menguatkan

 

Aku memeluk luka

Bukan untuk meratapi perihnya

tapi untuk mengingat

setiap duri yang menusuk

lalah pengingat bahwa aku hidup

 

di tiap goresan menyayat

Ada pelajaran yang tak terucap

bahwa kegagalan bukanlah akhir

hanya awal dari langkah yang lebih tegap

 

duri-duri itu

menjadi mahkota di kepalaku

tajam dan penuh kenangan

tapi mengangkatku lebih tinggi dari keraguan

 

sebab aku tahu

duri bukan untuk melemahkan melainkan untuk menguatkan

seperti mawar yang selalu indah meski ia berduri di setiap tangkainya

 

Nailus Sururi Batang-Batang Laok

Maos jugan

 

 

Puisi Pergantian Tahun 24-25

 

kuamati kalender yang terpanjang indah di hadapanku

sebentar lagi, habis masanya menjadi patokan seisi rumah

tanda pergantian tahun semakin mendekat dan kita mau tak mau harus segera beralih pada yang baru

 

waktu terus berjalan tak mau berhenti yang muda akan menjadi tua, yang baru akan menjadi lama, dan bait-bait selanjutnya kita mau tak mau akan ikut mengalami perubahan

ke arah yang mana, tak ada yang tahu

 

lagi-lagi seisi dunia akan merayakan harinya kembang api, kumpul bersama, menulis bait-bait harapan, dan embel-embel lainnya lagi-lagi seisi dunia akan sibuk memeriahkan waktunya menghitung tiap detiknya dan tak mau ketinggalan

 

isi doaku tak banyak yang berubah tapi kuharap dia tak bosan mendengarnya tentang aku dan ketentraman batinku serta orang-orang sekitarku agar sehat selalu

 

Renungan di Semangkuk Mie Ayam

 

semangkuk mie ayam,  sederhana dalam tampilan, layaknya hidup, penuh corak dan permainan. mie yang terjalin, meniru liku perjalanan, setiap kunyahan, ada rindu dalam kenangan.

 

kuahnya hangat, bak pelukan waktu,  mengalirkan damai, menepis pilu. potongan ayam, Lembut  penuh kasih,  mengajarkan sabar di setiap gigih.

 

topping hijau, segar menyapa asa,

melambangkan harapan yang tumbuh di dada. dari kerumitan tercipta harmoni, hidup pun seni, bukan hanya ilusi.

 

sumpit dan sendok, pasang yang padu,  mengangkat rasa, membagi beban yang semu. layaknya sahabat, hadir di kala duka, menyeimbangkan langkah di jalan yang terbuka.

 

mie ayam, bukan sekedar santapan biasa, Ia simbol hidup, kaya makna tak terkira. dalam kesederhanaannya, terkandung pelajaran, Bahwa bahagia tak butuh kemewahan.

 

 

26 Desember 2024

*Nailus Sururi adalah keeper atau penjaga warung kelontong yang telah berpindah-pindah dari Jakarta, Jogja dan beragam tempat lainnya. Warga Batang-Batang Laok ini menamatkan sekolah dasarnya (MI) Taufiqurrahman Longos.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak