Ahmad Shidiq, Nyali Intelektual Organik Dari Kampung Tapakerbau


Tak banyak intelektual yang mau menemani orang-orang kecil di masyarakat akar rumput. Bersedia menjadi tameng ketika masyarakat dan kampungnya menghadapi invasi modal.

Berbeda dengan Dr Ahmad Shidiq. Pria yang juga menjadi ketua RT di kampung Tapakerbuy, kampung yang sekarang viral di media sosial karena pesisirnya ber-SHM dan mau direklamasi, menjadi orang terdepan mengorganisir masyarakatnya melawan pemodal plus pemerintah desa. Di tengah kesibukannya sebagai Dosen di salah satu Perguruan Tinggi di Sumenep, ia total berjuang dan melawan pemodal yang sejak beberapa tahun ngotot hendak mereklamasi pantai menjadi tambak garam.

Beberapa hari lalu, dia kembali mendatangi balai desa sambil "berteriak" bahwa warga memiliki hak menyelamatkan pesisirnya dan menolak rencana reklamasi. Ketika itu  memang ada pertemuan di balai desa antara Kepala Desa dan Ketua RT di desa Gersik Putih. Sayangnya, Shidiq sebagai ketua RT Tapakerbau tidak diundang oleh Pemerintah Desa. Pertemuan ini membahas rencana proyek tambak garam di pantai yang disengketakan yang akan dilakukan pada tanggal 21 Januari kemarin, setelah sebelumya selalu gagal karena ditentang warga.

Tak ingin kecolongan, Shidiq bersama  emak-emak mendatangi balai desa dan meminta reklamasi pantai tidak diteruskan. Jika diteruskan warga siap menghadang kembali.

Rencana reklamasi pesisir yang sudah ada sertifikat hak miliknya (SHM) itu seluas 20 hektar dari total 90 hektar pantai tersisa. Warga Tapakerbau ini sangat gigih menolak reklamasi karena pesisir tersisa ini merupakan sumber penghasilan ekonomi warga. Dari situ warga bisa mengais kerang, udang, kepiting dll. Warga yang memanfaatkan pantai tersisa ini bukan hanya dari kampung Tapakerbau. Dari desa lain, bahkan dari kecamatan lainnya juga banyak warga yang mencari untung di pantai ini.

Selain alasan di atas, jika reklamasi itu dilakukan kampung Tapakerbuy semakin rentan terkena banjir dan rob, terutama ketika musim hujan. Belum direklamasi saja, seperti di musim hujan saat ini, kampung Tapakerbuy kemarin sudah mengalami banjir. Bisa dimaklumi jika warga bahu-membahu menghadang rencana proyek reklamasi ini.

Bapak Shidiq sebagai ketua RT bertanggungjawab terhadap keselamatan warga.  Tahun kemarin, ketika alat eskavator masuk ke area pantai ia hadang. Saat itu, ibu-ibu banyak yang menangis dan berteriak agar Bapak Shidiq tak melakukannya. Tapi bapak Shidiq tetap menghadangnya hingga "supir" eskavator menggagalkan pekerjaannya.

Kasus yang terjadi tahun kemarin menjadi kasus hukum. Bapak Shidiq dan beberapa anak muda yang tergabung dalam Gema Aksi (Gerakan Masyarakat Tolak Reklamasi) sempat dimintai keterangan oleh Polres Sumenep karena laporan investor bahwa warga melakukan penyanderaan terhadap eskavator dan perahu milik investor.

Bapak Shidiq bukan satu-satunya orang yang menolak rencana reklamasi, banyak pejuang baik orang tua dan anak muda, termasuk juga kaum emak-emak yang gigihnya luar biasa, di kampung itu. Cuma Bapak Shiddiq sebagai Ketua RT, di sela kesibukannya sebagai Dosen, memiliki peran penting sebagai simpul warga berembuk dan membangun jaringan dengan para aktivis di luar kampung itu. Beliau yang juga menjadi ketua PC Lembaga Perguruan Tinggi NU (LPTNU) tentu memiliki jaringan luas dengan para akademisi dan para aktivis di Sumenep.

Di sini saya melihat Bapak Shidiq sebagai sosok intelektual yang tak menjaga jarak dengan rakyat. Ia tidak hidup di menara gading di kampungnya. Ia bukan type orang yang rutenya hanya rumah dan kampus. Ia hidup di dan bersama orang-orang kampung. Membaur dan berkeringat bersama.

Pak Shidiq mungkin masuk dalam tipologi intelektual organik sebagaimana dituturkan Antoni Gramsci. Sebagai seorang Doktor dan Dosen PT,  ia berhasil melakukan "bunuh diri" kelas. Ia bukan sekedar representasi warga Tapakerbau. Ia menjadi bagian dari kelas sosial di kampungnya, rakyat secara ekonomi-politik dipinggirkan dalam laju mode ekonomi kapitalis.

Kasus rencana reklamasi ini sebenarnya pada tahun 2023 sudah dimediasi oleh MWC NU Gapura dengan mendatangkan perwakilan warga (salah satunya Bapak Shidiq) dan pemerintah Desa. Dalam pertemuan yang berlangsung hingga 3 kali di rumah Rois Syuriah, KH Fadhail, mediasi mengalami kebuntuan, karena Pemerintah Desa bersikeras tetap mau melakukan reklamasi pesisir menjadi tambak garam. Pengurus NU pada waktu berpandangan, reklamasi tak perlu diteruskan karena memberi mudharat bagi warga.

Saya tahu Shidiq memang orang sangat gigih. Di tengah keterbatasan ekonomi, ia mampu menyelesaikan pendidikannya hingga memperoleh Doktor di Universitas Negeri Malang (UM). S1 dan S2-nya ditempuh di UIN Sunan Ampel Surabaya. Sementara MI, MTs, dan MA-nya diselesaikan di Pesantren Nasy'atul Muta'allimin, Gapura.

Ketika melanjutkan S1 di UINSA ia mondok di pesantrennya KH Ali Maschan Moesa, tak jauh dari kampus. Setahu saya, ia kuliah sambil jualan buku. Termasuk buku saya yang pertama, "Rahasia Perempuan Madura", beliau yang menerbitkan, mencetaknya, dan mendistribusikannya.

Jika melihat perjalanan hidupnya, wajar jika pemihakan terhadap warga kampungnya total. Ia sudah menjalani dan mengalami perjalanan hidup yang getir, satu pendidikan dan pengalaman yang telah membentuk karakternya, cara pandangnya dan kepekaannya terhadap rakyat kecil.

Sehat selalu Mas Shidiq dan Warga Tapakerbau

Panjang umur perjuangan 💪💪

Gapura, Januari 2025

Adz

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak