Analisis Atas Puisi “Lautan Politik” & “Sajak Orang Pesisir” Karya Nailussururi



Puisi memiliki kemampuan unik untuk menyentuh sisi emosional manusia dan merefleksikan berbagai realitas yang sering kali sulit diungkapkan dengan bahasa biasa. Dengan pilihan kata yang tajam dan penuh makna, puisi mampu menghadirkan kritik sosial, perenungan, hingga gambaran kehidupan sehari-hari secara mendalam. Dua puisi yang dimuat di laman lalampan.com, yaitu "Lautan Politik" karya Nailussururi dan "Sajak Orang Pesisir", merupakan contoh nyata bagaimana penyair menangkap esensi kehidupan dan menyampaikannya dengan cara yang menggugah.

"Lautan Politik" menggambarkan dunia politik yang penuh liku-liku, intrik, dan jebakan. Puisi ini membawa pembaca masuk ke dalam suasana politik yang penuh konflik dan tantangan, menggunakan metafora lautan untuk menggambarkan kedalaman dan bahaya yang mengintai. Di sisi lain, "Sajak Orang Pesisir" mengangkat kehidupan masyarakat yang bersentuhan erat dengan laut. Melalui puisi ini, pembaca diajak merenungkan tentang perjuangan hidup, harmoni dengan alam, serta kekuatan masyarakat pesisir yang menghadapi segala rintangan dengan keberanian.

Kedua puisi ini hadir dengan tema yang berbeda, namun sama-sama memperlihatkan kemampuan penyair dalam mengolah kata menjadi gambaran realitas yang mendalam. Berikut adalah analisis lebih lanjut terhadap masing-masing puisi:

"Lautan Politik" (Sajak oleh Nailussururi)

Tema

Puisi ini mengangkat dunia politik yang penuh liku-liku, dengan menggunakan analogi lautan untuk menggambarkan ketidakpastian, ancaman, dan permainan kekuasaan. Politik diibaratkan sebagai lautan yang dalam dan penuh gelombang, tempat berbagai aktor bermain dengan risiko besar.

Gaya Bahasa dan Diksi

Metafora: Lautan melambangkan dunia politik yang luas, penuh intrik, dan sulit dipahami. Gelombang, badai, dan arus kuat adalah gambaran dari konflik, ambisi, dan jebakan politik. 

Personifikasi: Laut memiliki karakteristik manusia, seperti "mengguncang," menunjukkan bagaimana kekuasaan politik dapat menciptakan instabilitas. 

Nada Kritik: Nada puisi cenderung kritis terhadap perilaku politisi yang digambarkan seperti "perahu tanpa tujuan." Hal ini menggambarkan kurangnya arah moral dalam politik.

Pesan

Penyair mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi dunia politik yang sering kali membingungkan dan penuh manipulasi. Ada peringatan agar berhati-hati terhadap godaan kekuasaan dan kekacauan yang dapat diakibatkan oleh ambisi politik.

2. Sajak Orang Pesisir

Tema

Puisi ini melukiskan kehidupan masyarakat pesisir yang erat kaitannya dengan laut. Penyair menggambarkan hubungan manusia dengan laut sebagai sumber kehidupan sekaligus tantangan yang memerlukan keberanian dan ketangguhan.

Gaya Bahasa dan Diksi

Citraan (Imagery): Puisi ini dipenuhi dengan gambaran visual dan auditori seperti "debur ombak," "burung camar," dan "perahu yang hilang." Diksi ini menghidupkan suasana pesisir dengan segala dinamikanya. 

Simbolisme: Laut menjadi simbol dari kehidupan yang tak terduga, perahu melambangkan perjuangan, dan burung camar mencerminkan kebebasan serta harapan. 

Nada Filosofis: Ada nuansa kontemplasi tentang kehidupan, yang mengingatkan pembaca akan hubungan mendalam antara manusia dan alam.

Pesan

Puisi ini menekankan keberanian orang-orang pesisir dalam menghadapi tantangan hidup. Selain itu, penyair mengingatkan pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan laut, sebagai bagian integral dari kehidupan di pesisir.

Kesimpulan

Kedua puisi ini menunjukkan kecermatan penyair dalam menangkap esensi dari dua dunia yang berbeda. "Lautan Politik" memaparkan kritik sosial yang tajam terhadap kekuasaan, sedangkan "Sajak Orang Pesisir" menghadirkan refleksi mendalam tentang hubungan manusia dengan alam. Puisi-puisi ini menyuguhkan pandangan yang mendalam dan bernilai filosofis.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak