Sebelum Shin Tae-yong datang, saya sering kali merasa enggan untuk menonton Timnas Indonesia. Kecewa, lelah, dan tidak tahu harus berharap pada siapa. Kekalahan demi kekalahan hanya membawa rasa malas untuk mengikuti pertandingan. Tidak ada rasa percaya diri, tidak ada harapan. Timnas terasa begitu jauh dari harapan yang kita impikan.
Namun, semuanya berubah ketika Oppa Shin Tae-yong
datang. Kepercayaan diri itu seperti ditanamkan dalam diri setiap pemain dan
pendukung. Ada perubahan yang begitu terasa—mentalitas tim meningkat, strategi
yang lebih terarah, dan yang terpenting, ada harapan baru. Sejak kedatangan
STY, permainan Indonesia nyaris menyerupai tim-tim Eropa. Permainan menjadi
lebih atraktif, menghibur, dan penuh perjuangan. Saya melihat Timnas Indonesia
tidak hanya sekadar bertanding, tetapi berjuang dengan cara yang penuh percaya
diri dan terorganisir.
Dulu, ketika memasuki menit ke-60, tim seolah mulai
kocar-kacir—salah passing, kehilangan arah, dan terkesan kehabisan tenaga.
Namun, kini, meskipun tekanan tinggi, mereka bermain lebih tenang, lebih
terkoordinasi, dan lebih fokus. Itu adalah hal yang sebelumnya sulit saya
lihat. Rasanya seperti mimpi yang mulai menjadi nyata. Setiap pertandingan kini
terasa berbeda. Tidak lagi sekadar harapan kosong, tetapi sebuah kenyataan yang
bisa dicapai.
Maos jugan
- Epic Ending Preman Pensiun
- Khazanah Kejombloan
- Bola Kasti Putri Tersaji di Ultah Garuda Hitam
- Pajak & Pembangunan Moral
- Bait-Bait Kerinduan Rowi El-Hamzi
Timnas Indonesia kini tidak lagi kewalahan menghadapi
tim-tim ASEAN seperti Thailand, Vietnam, atau Malaysia. Di bawah STY, jangankan
tim ASEAN, bahkan tim-tim besar Asia yang langganan Piala Dunia pun bisa
dikalahkan di Gelora Bung Karno, kandang Tim Garuda Indonesia. Dalam
kualifikasi Piala Dunia ronde ketiga zona Asia, Indonesia berhasil mengalahkan
Arab Saudi 2-1. Bahkan, mereka mampu menahan imbang Australia 0-0 di GBK, yang
merupakan kebanggaan kami. Dan tak hanya itu, Indonesia bahkan mampu menahan imbang
Arab Saudi di kandangnya. Bagaimana saya tidak bahagia? Bagaimana saya tidak
bangga melihat Timnas Garuda mencabik-cabik musuh-musuhnya yang dulu tampak
begitu jauh dari jangkauan kita?
Saya melihat permainan Indonesia menjadi seperti
prajurit Spartan—merah darah membakar semangatnya dan tulang putihnya
memancarkan kesucian, bersatu padu, berjuang hingga titik darah penghabisan.
Sejak kedatangan STY, kami sering melihat Timnas Indonesia lolos ke
turnamen-turnamen besar, yang sebelumnya terasa mustahil. Timnas lolos ke Piala
Asia 2023, lolos ke Piala Asia U-20 2023, lolos ke Piala Asia U-23 2024, bahkan
lolos otomatis ke Piala Asia 2027. Mereka juga mencapai 16 besar Piala Asia
2023 dan terakhir meraih semifinal Piala Asia U-23 pada tahun 2024. Betapa
membanggakan dan menggembirakan melihat mereka meraih pencapaian luar biasa ini.
Sebagai seorang supporter layar kaca, saya selalu
mengikuti perkembangan Timnas Indonesia dengan penuh semangat melalui televisi
dan media sosial, seperti Instagram, Facebook, dan Twitter. Sejak 2011, sepak
bola menjadi hiburan yang bisa mengisi hari-hari saya. Saya masih ingat dengan
jelas saat Indonesia mencapai final AFF 2010, meskipun akhirnya kalah. Rasanya
sangat sedih, tetapi saya tetap berharap. Namun, selalu saja Timnas Indonesia
gagal di final AFF untuk kategori senior, selalu menjadi runner-up. Rasanya
seperti ada yang hilang.
Tahun 2024 ini, Timnas Indonesia sedang memfokuskan
diri pada kualifikasi Piala Dunia ronde ketiga zona Asia, yang menyisakan
beberapa pertandingan lagi. Itu sangat menentukan sekali, apakah mereka bisa
merebut posisi tiga atau empat dan lolos ke ronde berikutnya. Memang di akhir
tahun 2024, ada AFF, tetapi Timnas Indonesia tidak menurunkan tim utama. Mereka
memainkan pemain-pemain muda yang minim pengalaman, yang bisa dikategorikan
U-22, agar mereka bisa mendapatkan lebih banyak jam terbang di level internasional.
Pemain-pemain senior seperti Marselino Ferdinan, Asnawi, Arhan, dan lainnya
turut diturunkan untuk membantu para pemain muda ini.
Maos Jugan
- Empa’ Buku Sastra Madura Eterjema’agi
- Pojur Badha Oreng Ngamba’ Amal
- Rora Basa Madura
- Puisi Madura: Langgem Baja e Saladi
- Puisi Madura: Alembay Pole
Namun, karena sifatnya yang lebih seperti percobaan
dan pengembangan pemain, Timnas Indonesia tidak menargetkan secara muluk-muluk
di ajang AFF 2024 ini. Hasilnya, mereka kalah 0-1 dari Vietnam dan Filipina,
serta imbang 3-3 dengan Laos. Tetapi, mengapa kekalahan di AFF menjadi ukuran?
Rasanya sangat tidak adil jika pemecatan ini dilakukan hanya berdasarkan hasil
tersebut. Tidak fair rasanya menilai perjalanan Timnas Indonesia yang sudah
menunjukkan banyak kemajuan hanya dari beberapa hasil pertandingan ini.
Namun, seperti yang sering terjadi dalam perjalanan
panjang, harapan itu kembali runtuh. Keputusan PSSI untuk memecat Shin Tae-yong
datang begitu mendalam menghantam perasaan saya. Rasanya tak mampu berdiri,
tidak kuat menerima kenyataan ini. Segala harapan yang sudah tumbuh, kini
terasa sia-sia. Betapa sangat kecewanya saya. Kenapa harus seperti ini? Mengapa
perubahan yang begitu berarti harus berakhir di sini? Saya kembali merasa
kosong, seolah kembali ke titik awal, di mana rasa enggan itu muncul kembali.
Saya sangat-sangat sedih. Harapan yang saya genggam begitu erat kini seolah tercerai berai, dan saya kembali merasakan kekosongan yang sudah lama saya coba hindari. Saya ingin menangis, tapi saya hanya bisa menulis ini, berharap bahwa meskipun perasaan saya belum bisa sembuh, setidaknya saya bisa menyuarakan kesedihan ini.
Ini hanyalah catatan kecil dari seorang supporter layar kaca. hanyalah luapan kesedihan. Hanya suara kecil dari pedalaman.