NU:
Cahaya yang Tak Pernah Padam
Saat
malam sejarah begitu pekat,
Dan
arah umat terombang di lautan gelap,
Engkau
hadir, laksana fajar pertama,
Membawa
harapan dari ufuk ilmu dan hikmah.
Di
tapak sujud yang khusyuk dan tenang,
Doa-doamu
menembus langit yang sunyi,
Memanggil
berkah dari singgasana-Nya,
Menghimpun
umat dalam pelukan kasih Ilahi
Kepada
Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari,
Engkau
bangun benteng iman dan ilmu,
Kepada
Kiai Abdul Wahab Hasbullah,
Engkau
rajut ukhuwah yang melintasi batas-batas perbedaan.
Wahai
para ulama pewaris nabi,
Doamu
mengalirkan ketenangan,
Hikmahmu
menjadi pemandu bagi langkah kami,
Mengantar
kami mengenal makna keikhlasan sejati.
Kini
Nahdlatul Ulama terus menjadi penjaga,
Pilar
tradisi yang teguh di tengah badai perubahan,
Setiap
pesantren dan majelis ilmu,
Menjadi
warisanmu yang terus hidup dan bernyawa.
Wahai
muassis, pewaris hikmah dan keagungan,
Namamu
terpahat dalam ingatan yang abadi,
Bukan
hanya pada lembaran sejarah manusia,
Tapi
dalam doa-doa yang lirih menuju Arasy-Nya.
Semoga
jejak langkahmu membawa syafaat,
Semoga
perjuanganmu menjadi pelita sepanjang masa,
Dan
semoga kami mampu menjaga titipan ini,
Hingga
akhir zaman menyatukan kita di keabadian.
Rajab,
1446.
NU:
Penunjuk Arah yang Abadi
Di
tengah labirin dunia yang penuh persimpangan,
Engkau
hadir, laksana titik koordinat pertama,
Menghamparkan
peta jalan menuju kebenaran,
Membimbing
umat pada destinasi yang hakiki.
Engkaulah
penanda di peta peradaban,
Memetakan
jalan sunni dalam naungan rahmat,
Setiap
fatwa adalah penunjuk arah,
Menghindarkan
kami dari jalan buntu kesesatan.
Ketika
kompas iman kami hampir tak bernyawa,
Engkau
tunjukkan arah sejati dengan hikmah,
Rute
tradisi, fiqh, dan tasawuf yang abadi,
Menyatukan
arah dalam nafas Islam Nusantara.
Pesantren
adalah simpul jalan utama,
Madrasah
adalah jalur bebas hambatan menuju ilmu,
Langgar
kecil di pelosok adalah rest area,
Tempat
jiwa singgah mengisi bahan bakar keimanan.
Setiap
fatwa adalah marker yang kau pasang,
Menandai
zona aman dari arus zaman,
Setiap
langkahmu, wahai Nahdlatul Ulama,
Adalah
jalan pintas menuju ridha-Nya.
Engkaulah
mode panduan yang tak pernah offline,
Menemani
kami meski jaringan dunia meluruh,
Ketika
arah kabur oleh debu modernitas,
Kau
tegakkan tiang petunjuk dengan istiqamah.
Kini,
di persimpangan abad yang baru,
Kami
berjalan dalam bayangan namamu,
Dengan
peta warisan yang kau bentangkan,
Menuju
surga, destinasi akhir segala perjalanan.
Rajab,
1446
Harmoni
di Tanah Leluhur
Di
atas tanah yang berdenyut dengan doa,
Di
bawah langit yang membisikkan tasbih,
Engkau
berdiri, wahai penjaga,
Menjadi
naungan bagi warisan yang nyaris pudar.
Angin
membawa gema shalawat dari pesisir,
Menyusuri
lembah, sawah, dan gunung,
Menyatukan
suara dari seruling bambu,
Dengan
deru bedug yang menggema di cakrawala.
Engkaulah
pondasi yang kokoh di atas taneyan lanjang,
Tempat
tradisi menanamkan akarnya,
Dari
lantunan maulid hingga dzikir manaqib
Menghidupkan
jiwa-jiwa mereka yang terhimpit, sakit
Ketika
arus deras modernitas menghempas,
Engkau
bagaikan bendungan tak tergoyahkan,
Menjaga
aliran dari derasnya lupa,
Agar
tak meruntuhkan jembatan leluhur.
Langkahmu
adalah sulaman kebijaksanaan,
Menganyam
batas suku, bahasa, dan keyakinan,
Menjadi
pelangi yang tak henti bersinar,
Di
atas ladang persatuan yang kau tanami cinta.
Kini,
di usia seratus dua purnama,
Engkau
tetap seperti bintang di malam laut,
Memandu
perahu-perahu kecil kami,
Menuju
dermaga rahmat-Nya.
Semoga
setiap jejak yang kau tinggalkan,
Menjadi
jalan bagi generasi mendatang,
Untuk
mengenal cinta dalam tradisi,
Dan
harmoni dalam keberagaman.
Palalangan,
Rajab, 1446