Ulasan Apresiasi Sastra: Bara Bertabur Menyan dan Di
Bawah Pohon Siwalan
Sastra selalu menjadi cermin kehidupan, menangkap
setiap detail kecil yang sering luput dari perhatian namun menyimpan makna
mendalam. Dalam cerpen “Bara Bertabur Menyan” dan “Di Bawah Pohon Siwalan,”
kehidupan masyarakat Madura digambarkan dengan sangat peka dan autentik,
memperlihatkan konflik, harapan, dan nilai-nilai tradisi yang tetap hidup di
tengah modernitas. Kedua cerpen ini tidak hanya menyajikan kisah, namun juga
mengajak pembaca untuk merenungkan makna hidup melalui bahasa yang sederhana
namun penuh keindahan.
Bara Bertabur Menyan: Simbolisme dalam Kehidupan
Tradisional
Cerpen “Bara Bertabur Menyan” menghadirkan kisah
tentang seorang lelaki tua yang berusaha memperbaiki pompa air sambil menjaga
tradisi leluhur dengan membakar menyan. Cerita ini memadukan keseharian dengan
unsur spiritualitas yang mengakar kuat dalam budaya lokal. Menyan, dalam
konteks ini, bukan sekadar sarana ritual, melainkan simbol penghubung antara
dunia nyata dan dunia leluhur. Ia melambangkan kehangatan cinta, penghormatan
pada yang telah tiada, dan harapan akan kesejahteraan keluarga.
Penulis dengan piawai menggambarkan pergolakan batin
si lelaki tua yang harus menghadapi masalah modern (pompa air rusak) dengan
pendekatan tradisional. Ia percaya bahwa masalah yang dihadapinya tidak
semata-mata bersifat teknis, tetapi mungkin juga berkaitan dengan
ketidakseimbangan spiritual. Ini menggarisbawahi betapa eratnya hubungan antara
manusia dengan alam gaib dalam budaya Madura.
Cerpen ini tidak hanya mengangkat nilai spiritualitas,
tetapi juga menampilkan potret masyarakat yang mempertahankan tradisi di tengah
arus modernisasi. Ada perasaan nostalgia yang kuat dalam narasinya, seakan
mengingatkan pembaca pada pentingnya menjaga kearifan lokal di tengah perubahan
zaman. Melalui gaya bahasa yang tenang dan penuh perenungan, penulis berhasil
menciptakan suasana mistis namun akrab, membuat pembaca seakan ikut merasakan
aroma menyan yang membubung di udara.
Kekuatan utama cerpen ini terletak pada penggunaan
simbolisme yang dalam dan kompleks. Bara yang menyala melambangkan semangat
hidup yang terus menyala, meski tubuh renta dan usia semakin senja. Sementara
itu, menyan yang terbakar menjadi simbol doa yang mengalir, menyentuh dimensi
spiritual yang tidak kasat mata. Dengan kata lain, “Bara Bertabur Menyan” bukan
sekadar cerita tentang pompa air yang rusak, tetapi refleksi filosofis tentang
kehidupan, kematian, dan hubungan manusia dengan leluhur.
***
Maos jugan
- Puisi Madura: Nyangkole Kerrong
- Narto Lebur ka Oreng Bine'
- Puisi Madura: Ngaji e Lencak Socce
- Lalake’ Pajat Ta’ Kowat
- Lukman: Ngaronge Sagara Madura
Di Bawah Pohon Siwalan: Pengorbanan Seorang Ayah dalam
Kesederhanaan
Berbeda dengan “Bara Bertabur Menyan” yang kental
dengan nuansa spiritual, “Di Bawah Pohon Siwalan” menawarkan potret kehidupan
seorang ayah yang penuh pengorbanan. Mad Ja’i, tokoh utama dalam cerpen ini,
digambarkan sebagai pekerja keras yang memiliki cita-cita sederhana: memberikan
masa depan yang lebih baik bagi anaknya. Ia memilih untuk bekerja keras dan
mengorbankan kesenangan pribadi demi pendidikan anaknya, dengan harapan anaknya
bisa meraih kehidupan yang lebih baik dari yang pernah ia jalani.
Cerpen ini menangkap emosi dan perjuangan hidup
seorang ayah dengan sangat menyentuh. Tidak ada dramatisasi berlebihan, justru
kesederhanaan narasinya yang mengalir alami membuat konflik batin Mad Ja’i
terasa begitu nyata. Dialog dan interaksi antara ayah dan anak dihidupkan
dengan bahasa yang lugas namun penuh perasaan. Setiap kata yang diucapkan Mad
Ja’i membawa makna yang dalam, mencerminkan keteguhan hati seorang ayah yang
ingin memutus rantai kemiskinan melalui pendidikan.
Penulis berhasil menyentuh isu sosial tentang
pentingnya pendidikan dalam menaikkan derajat hidup, tanpa terkesan menggurui.
Melalui karakter Mad Ja’i, pembaca diajak untuk merenungkan betapa besarnya
peran orang tua dalam menentukan masa depan anak. Pilihan Mad Ja’i untuk tidak
mewariskan profesinya kepada anaknya memperlihatkan pandangan jauh ke depan,
sekaligus kritik halus terhadap siklus kemiskinan yang seringkali terulang
dalam masyarakat pedesaan.
Selain itu, latar pedesaan yang digambarkan dengan
sangat autentik memperkuat nuansa lokal yang membumi. Pembaca seolah diajak
masuk ke dalam kehidupan masyarakat Madura yang sederhana namun sarat dengan
nilai-nilai kekeluargaan dan kebersamaan. Sentuhan lokalitas ini tidak hanya
memperkaya cerita, tetapi juga menegaskan identitas budaya yang kuat dalam
cerpen “Di Bawah Pohon Siwalan.”
Dua Sisi Kehidupan yang Saling Melengkapi
Kedua cerpen ini saling melengkapi dalam menggambarkan
kehidupan masyarakat Madura. Jika “Bara Bertabur Menyan” lebih menyoroti
hubungan manusia dengan alam spiritual dan tradisi leluhur, maka “Di Bawah
Pohon Siwalan” menghadirkan potret perjuangan hidup yang realistis dan
menyentuh emosi. Keduanya menggunakan pendekatan yang berbeda namun sama-sama
efektif dalam menyampaikan pesan moral yang mendalam.
Gaya penceritaan yang sederhana dan mengalir menjadi
kekuatan utama kedua cerpen ini. Bahasa yang digunakan tidak berlebihan namun
mampu menyampaikan emosi dengan kuat. Deskripsi latar dan karakter dihadirkan
secara detail, sehingga pembaca dapat merasakan suasana pedesaan yang asri dan
kehidupan yang sederhana namun penuh perjuangan.
Dari segi tema, “Bara Bertabur Menyan” lebih berfokus
pada spiritualitas dan filosofi hidup, sementara “Di Bawah Pohon Siwalan”
menggali makna pengorbanan dan kasih sayang dalam keluarga. Keduanya berhasil
mengangkat isu sosial dan budaya dengan cara yang halus namun menyentuh. Tidak
ada kesan menggurui atau memaksakan pesan moral, justru kedalaman makna
tersampaikan melalui narasi yang sederhana dan penuh kejujuran.
Kesimpulan: Karya Sastra yang Sarat Makna
“Bara Bertabur Menyan” dan “Di Bawah Pohon Siwalan”
bukan sekadar cerita pendek biasa. Keduanya merupakan karya sastra yang
berhasil menggambarkan kehidupan masyarakat Madura dengan sangat peka dan
autentik. Melalui simbolisme yang dalam dan narasi yang mengalir, kedua cerpen
ini mengangkat isu-isu sosial, budaya, dan spiritual yang relevan dengan
kehidupan modern.
Karya-karya ini tidak hanya menarik untuk dibaca,
tetapi juga layak direnungkan. Mereka mengingatkan kita pada pentingnya menjaga
tradisi dan nilai-nilai kehidupan dalam menghadapi perubahan zaman. Kedalaman
makna dan keindahan bahasa yang digunakan menjadikan kedua cerpen ini sebagai
karya sastra yang berwibawa, mengalir, dan penuh makna.
Demikian ulasan apresiasi sastra untuk “Bara BertaburMenyan” dan “Di Bawah Pohon Siwalan.” cerita pendek tersebut merupakan karya Mat Toyu.