Sajak Philophobia, Umar Faruq Sumandar

Sastrawan Madura


Sajak Philophobia

:buat Dhea

 

setelah lagu Glenn, sebelum usai kau sisir rambutmu

maafkanlah bayangan itu. kelembutan laut

tak bisa disamarkan dengan kutek, bulu mata

insomnia dan sinar bulan yang beku

di sepanjang lorong menuju kamar pelarianmu

 

setelah 71 kali gempa 5,6 skala richter, sebelum suara itu

jadi kode bagi hasrat purba. demi warna tak sama

lingkar setiap puting payudara, ada baiknya kita sepakati

penyair Rendra atau siapa yang kau anggap

selesai mengartikan cinta, maka mengutuk asmara

 

senja begitu terbuka. seperti pintu yang menunggu

anak pulang ke rumah atau, lubang gaib

tempat membuang segala sial rahasia. hanya kau

dan desir ombak bisa saling bicara

seintim luka dan basah pasir sejak pertemuan pertama

 

denyut karang dan mimpi bunga yang disiram air mata

menjelma senyum di bibir samudera

untuk sampai ke jiwa, cari cara paling sederhana

dan akhirnya cinta hanya ilusi yang tak perlu ada

kalau hidup sekedar agar berguna

 

mengakhiri ini kumainkan seruling, tambur dan harpa di sukma

sambil terus kutentang angin pantai menggoda

agar tenang cintamu berlayar di bawah tegar tiang perahu

 

bila maut yang dingin, hangat memeluk tiba-tiba

maka gairah senyummu telah menyala

 

 

Februari 2025-2:45

Maos jugan

 

Sajak Botol-Botol Daging

 

dihimpit botol-botol daging

lelaki terasing

menyeringai bagai bayi suci

 

tumpahan di dada

serakan kulit kacang

kunang-kunang imaji

pengap mengerumuni

aroma musim alkohol

 

mengalun lagu pop melayu

dari negara tetangga

menggempur negerinya

melalui gairah pelabuhan

 

"merapatlah ke pangkuan

wahai tahun-tahun paling sendu

merapatlah ke pangkuan

wahai tubuh paling basah dan kelu"

 

kepal malam yang berlumuran

mendaratkan tinju

ke wajahnya yang kemerahan

 

dari sudut remang

terdengar suara

merajuk dan cemas

"rahasia masih ada

tak terduga dan bekerja

aku selalu percaya"

 

"tapi apa yang kita tahu

bahkan malam ini, ketika

tak ada desah kapal

dari bibirmu yang lugu"

 

 

Maret, 2018

Maos jugan

 

 

Sajak Pengaduan

 

Malam tua

Tangan tak bisa

Meraih apa-apa

 

Karena ketika malam tua

Kita bukan apa-apa

 

Di malam yang tua

Mari retas jalan ke surga

 

Meski janji kesturi

Sungai madu dan susu

Pernah kita tepis

Karena birahi

Dan sihir asmara

 

Mari bikin rumah

Jangan di dunia

Tapi di surga

 

Menyelinap ke sudutnya

Biar malu tak apa

 

Sebab di sini

Bertahun nafas berlalu

Kutanggung hanya dosa baru

Dari tetes-tetes sedu

Tangismu waktu itu

 

Mungkin nyanyian dan tarianmu

Seperti derai angin

Memenuhi ruang karaoke

Di atas gelombang sekarang

 

Tapi di atas gelombang

Yang lebih jauh juga

Di tengah samudera

Yang tambah tak terjangkau bahtera

Nuh, di mana diam-diam rahasia

Disebabkan yang misteri, yang ilahi

Secara tak terduga mengajak jumpa

Senyummu tak kan kubiarkan

Mengeras jadi karang





*Umar Faruq Sumandar lahir di Sumenep, Madura (umur dirahasiakan). Menulis Puisi, Cerpen, dan lain-lain. Aktor berbakat ini kini tinggal di kampung halaman Dusun Pangsono' Desa Billapora Rebba, Lenteng, Sumenep. Bekerja sebagai tukang pangkas rambut di kios Mambesak dan penjual jamu tradisional Madura khusus pria dan wanita dewasa. Baru-baru ini bersama Mat Toyu penulis puisi dan cerita berbahasa Madura masuk dalam jajaran pengurus sebagai salah satu anggota divisi riset di Lesbumi PCNU Sumenep.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak